11.8.08

Semangatku Untuk Memperbaikinya

Aku, sudah 3 tahun menetap di SMP yang berlabelkan unggulan, beda pula kehidupan di sana. Cukup keras didikan yang kuperoleh, namun tentu saja bukan secara eksplisit. SMP favorit! 3 tahunku di sana cukup berat. Aku berjuang bukan ala kadarnya untuk mendapatkan nilai. Setitik demi setitik yang pernah membebani hidupku sebagai seorang siswa. Tapi sekarang, tak dinyana sama sekali SMP Favorit itu menjadikanku sebagai sumber daya yang....ya, bisa dikatakan aku tak malas. Hehehe...

Kesempurnaan demi kesempurnaan ku kejar demi 1 poin tambahan nilai di SMP Favorit. Berat memang. Perjuangan pun tak tanggung-tanggung. Pernah aku merelakan waktuku selama berbulan-bulan jauh dari kehidupan entertaiment demi terselesaikannya semua tugas. Diantaranya aku tidak menyentuh tombol-tombol ajaib remote televisi saat prime time. Ah! Sungguh itu waktu yang sangat baik untuk menonton televisi!

Cerita ini sekarang berlanjut ke kehidupanku di SMA Favorit. Berat kali dua berat indeks SMP Favorit. Sial! Tahun pertama kulalui dengan perolehan 2 kantong mata hitam di wajahku. Wajahku seperti habis kondangan 3 hari 3 malam non-stop!

Hahaha...Semua berakhir di tahun kedua!!!

Namun, satu hal lain yang begitu menggangguku. Aku baru menyadari sekarang aku terjebak dalam kesempurnaan! Obsesif!!! Dulu masalah ini berhasil kuatasi dengan mengembangkan kepercayaan kepada lingkunganku berada. Tapi sekarang serasa sulit sekali menempatkan kepercayaan pada lingkunganku.

Sekarang aku merasa penyakit obsesifku pada kesempurnaan telah kembali menjangkitiku. Jangan sebut aku perfeksionis! Aku tak punya kepribadian itu, telah aku tes selama ini. Obesesiku hanya timbul tenggelam, jadi jangan sebut aku perfeksionis.

Benarlah kata orang tua, kalau kita tidak boleh menyakiti orang lain. Membuat orang lain tersenyum lebih baik. Ah, bisa kawan rasakan bagaimana bahagianya membuat orang tersenyum. Begitu pula aku! Nah, masalah membuat bahagia orang inilah yang selalu ingin kulakukan, sekedar aku tak ingin membebani orang lain, atau merasa merepotkan orang lain. Masalah sederhana ini telah menjangkitiku dengan obesesi.

Sungguh, obsesi ini menyusahkan! Sekali membuat sesuatu yang sempurna, semakin kita tertantang untuk membuat hal lain yang lebih sempurna. Bagus sih kalau seperti ini. Tapi kalau sekali kita membuat suatu kesalahan, wah! Wah! Wah! Jujur, masalah membuat kesalahan ini hampir membuatku tak mampu menatap orang yang telah kuberi kesalahanku. Contohnya dalam ceritaku kali ini, ia adalah guruku.

Cerita ini berawal saat tugas makalah mulai disebarkan. Aku semangat mengingat masalah pakaging boleh aneh-aneh, sekali pun aku tak begitu semangat mendapat materinya. Tak masalah. Apalagi aku ditunjuk sebagai ketua kelompok, oh senangnya sebagai koordiantor! Aku berharap bisa memberikan yang sempurna (obsesif!!!). Aku berharap bisa menumbuhkan kepercayaanku terhadap anggota kelompok. Aku membiarkan segalanya berjalan seperti mekanisme kerja kelompok saat tahun pertama di SMA Favorit: KESADARAN DIRI AKAN TUGAS. Maka aku hanya menunggu tugas datang dari anggota dan akhirnya aku menyatukannya sebagai makalah, serta sedikit lay out halaman dariku.

Sial bin apes! Aku membuat kesalahan pertama, penerapan KESADARAN DIRI AKAN TUGAS tak selalu cocok untuk semua orang. Bodohnya aku, menerapkan 1 hal yang baru tanpa bla bla bla. Jadilah aku selama 2 minggu tenggat mengerjakan makalah itu tak bawel sama sekali, jauh dari aku yang dulu saat mendapat tugas makalah seperti ini. Aku ingat perkataan bijak guru-guru SMP Favorit, makalah itu tak akan sempurna jika tak ada kekompakkan kelompok. Betul sih!

2 minggu yang berarti hanya kutanggapi dengan bekerja selama 4 hari. Singkat betul! Pasti hasilnya acak-acakan, iya kan? Entahlah. Alhasil aku dan kelompok membuat kecewa beliau. Beliau yang selama ini akan keberi hasil kerja terindahku, kecewa dengan kelompokku. Kawan, sejak dulu aku berniat memberikan hasil tugas terbaikku, aku berniat membuat beliau percaya dengan kemampuanku, namun segala kesempatan ku sia-sia begitu saja. Aku benar tak percaya aku tak bisa memilah hal-hal yang harusnya ku lakukan. Beliau kecewa, aku gagal menumbuhkan kepercayaan beliau pada kesempatan ini. Aku tak tahu apakah aku akan mendapat kesempatan kedua. Aku menyesal telah menerapkan sistem kerja kelompok yang tak selamanya bagus itu: KESADARAN DIRI AKAN TUGAS. Bahkan sekarang, aku menganggap bahwa hal konyol telah kulakukan.

Aku sulit memaafkan diriku, sampai detik aku menulis ini. Aku berharap ada kesempatan kedua. Aku ingin memperbaiki sistem koordinasiku selama ini. Aku selalu ingin membahagiakan orang lain atas hasil kerjaku, melihat mereka tersenyum atas hasil kerjaku. Pasti rasanya bukan main bahagia.(tha)

1 comment:

nr_31xxx said...

Heh!!!
aam21?? Diawur ae!!!

tu linknya k sem salah, ganti!!