11.8.08

Perih

Aku melihat segalanya
Pria menghempaskan segala amarah
Semula sangat terpikirkan, kini hanya timbangan perasaan
Remuk redam hati wanita itu dibuatnya
Pembuluh darah wanita itu kini membengkak
Menyamarkan paras buah peach miliknya
Ranum pula pria itu membuatnya

Wanita menumpahkan jeritan hati
Sang pria tak gubahnya manusia udik
Tak tahukah hati wanita penuh perasaan
Lembut jauh dari ikhtisar logis
Namun sang wanita tak berbuat banyak
Merebak sudah, menjalar ke seluruh tubuh sang wanita,
sebuah pembelaan berujung buntu
Sang pria menambah intensitas haluan amukan
Yang dipuja kini telah terlupa
Apa yang menjadi memori sudah usang

Sang wanita dapat berbuat apa?
Akan lebam bila perang tak usai
Disulut semakin menjadi.
telinga lain mendengar dan menjadi-jadi

Mengapalah wanita tua itu meminta sesuatu?
Mengapa pula sang pria setengah hati?
Beringsut meremukan sang wanitanya

Disudut yang jauh tak kasat
Hati yang tercabik-cabik menuai kata-kata busuk
Mencoba menyatukan pecahan rentetan sel hati
Otot jantung menguat dan berdegup tak karuan
Memakilah yang dilakukan
Menyesal tak gubahnya menahan malu
Mengapa di dunia ini ada takdir pria dan wanita?
Seberkas pertanyaan, tanpa cahaya jawaban,
disinilah aku menangis.

1 comment:

..... said...

huuu,,,
agie suka puisi iaa,,,