30.6.08

aRseRo o7.o8



Arsero...
sebenarnya adalah akronim dari Arek Sepuluh Loro. Simpel yah namanya?! Pertama kali aku sebenarnya agak nggak sreg saat nama itu digunakan untuk melabeli kelas X-2 temaptku berada. Tapi usut punya usut, temanku mencari tahu arti Arsero. Arsero sebenarnya nama suatu zat kimia. Namun sampai sekarang pun aku belum mecari tahu soal zat itu..hehehe.

X-2 adalah kelas SBI ke 2 di SMA Negeri 1 Sidoarjo tahun ajaran 2007-2008. Kelas yang dulunya pernah tak ingin kumasuki. Malas sebenarnya untuk menjadi murid SBI, karena dulu aku merasa itu beban. Sebagai informasi, SBI adalah Sekolah Berstandar Internasional, bisa juga disebut SNBI, N-nya adalah Nasional. Tapi kelasku sebenarnya hanya rintisan SBI, itu semua karena kondisi sekolah serta staf pengajar yang juga masih mati-matian merintis SBI dengan cara perbaikan fasilitas sana sini dan belajar-belajar ICT dan bahasa Inggris. Wah, sungguh usaha yang berat kala usia staf pengajar sudah menunjukkan angka yang cukup besar! Pasti susah.

Ah, tapi susahan mana sih dengan tugas-tugas yang ada di kelas SBI? Sehari saja bisa memuat 3-4 macam tugas rumah yang tentunya tiap macam punya jumlah dan kesukarannya masing-masing. Sehari saja rasanya tugas sudah segunung Rinjani, lha kalau ditumpuk sampai seminggu? Yah bisa setinggi gunung Everest! Hahaha…

Mungkin tugas nggak akan jadi masalah yang begitu menyulitkan, kalau saja tugas itu bukan translate buku! Kadang, eh nggak ding, sering malah! Translate buku ini, buku itu. Untungnya tugas ini hanya ada di mata pelajaran Biologi, lha kalau semua mata pelajaran? Yah saya ndak hidup sampai sekarang…hahaha. Sebenarnya translate itu nggak masalah, yang jadi masalah hanya banyaknya kalimat yang harus di-translate…wuiihh, pokoknya capek deh! Tapi untungnya sejak SMP aku sudah biasa disiksa dengan tugas-tugas yang menggunung dengan sendirinya, tapi kadang aku juga bisa ngeluh dan merasa capek…namanya juga manusia, masak nggak ada capeknya?!

Cukup deh cerita soal tugas-tugas di kelas SBI. Bosen ah! Aku lanjutin dengan kisah heroik Arsero yang jatuh bangun menghadapi berbagai tekanan di kelas SBI.

Kelas SBI sebenarnya nggak cuma butuh kelebihan dalam Bahasa Inggris dan mata pelajaran matematika (ini karena kedua mata pelajaran itu yang dijadikan tes masuk SBI), tapi juga mental fiber (jangan baja ah) yang super. Karena di kelas SBI itu selalu dituntut jadi kelas unggulan. X-2 pun bila mengalami suatu penurunan kualitas nilai (kadang-kadang saja kok) langsung disindir dengan kalimat-kalimat yang menyayat hati dan otak. Intinya, bila dapat teguran soal nilai, bisa berarti remidi atau peras otak lagi.

Oh ya, tadi kusinggung soal remidi. Apa sih remidi itu?
Sebenarnya, kalau dalam bahasa Inggris, bukan remidi melainkan REMEDY. Artinya mengulang. Namun kalau hidup di kelas SBI (khususnya X-2), aku rasa kalian pasti memiliki definisi yang agak berbeda untuk kata remidi. Berikut hasil pengamatanku (sejauh yang kuingat):
1. Ketidak selamatan nilai, atau nilai menginjak angka-angka ajaib di bawah nilai SKM.
2. Kesalahan koreksi guru (hanya berlaku untuk anak yang memberi contekan, namun nilainya justru dibawah anak yang di beri contekan. Wuih, nggak adil)
3. Persiapan dompet bocor (hanya berlaku untuk remidi satu pelajaran Sains, dimana remidi pertama tidak lulus sehingga diadakan remidi kedua)
4. Mengerjakan soal-soal yang jauh lebih sadis dibanding ulangan
5. Hanya rutinitas penyelamatan nilai yang membosankan

Arsero tentu pernah mengalami remidi. Semester pertama sudah barang pasti sering, kan masih adaptasi. Kalau semester 2 aku rasa sudah banyak yang pintar menyelamatkan diri…hehehe.

Wajah-wajah Arsero bisa dikatakan wajah-wajah yang berpengalaman dalam mengerjakan tugas. Tugas kami mendapat pujian dan celaan. Tapi pujian lebih banyak, maksudnya pujian yang tak pernah terungkapkan karena ketinggian hati sang pemuji. Arsero itu kelas yang baik. Kami memang bukan tipikal kelas yang dengan suka rela untuk meluangkan waktu mengerjakan tugas sulit bersama-sama saat pulang sekolah. Kami memang lebih dominan mengerjakan tugas secara individu, namu bila kami menemui kesukaran, kami akan menemui sang bintang-bintang kelas hanya untuk berdiskusi dengan mereka (tapi kalau sang bintang kelas sibuk, yah ambil cara tercepat saja…pinjem tugas mereka…hehehe).

Arsero dan makalah? Oh, jangan ditanya, selalu selesai dan full-colors! Seminggu mungkin terlalu nggak masuk akal untuk mengerjakan 2-3 makalah, namun namanya tugas…yah…kolu gak kolu kudu kolu. Pengalaman paling menarik, setelah hampir setahun Arsero belajar dan belajar menyusun makalah, dan selama itu pula belum ada seorang guru yang memuji secara eksplisit atas hasil kerja kami, akhirnya, ada juga seorang guru yang begitu lapang dada (selapangan bola kaleee…) memuji hasil kerja kami! Beliau adalah guru mata pelajaran Geografi. Beliau juga minta maaf karena memberi tugas makalah dengan tenggang waktu seminggu disaat tugas-tugas yang lain juga sedang banyak-banyaknya (oh, so sweet!). Waaahhh… nggak percaya rasanya! Sueneng banget! (nggak usah segitunya kaleee…)

Ada suatu hal yang membedakan Arsero dengan kelas lainnya, yaitu Arsero susah diajak main keluar bareng-bareng! Memang sih hal itu benar, tapi aku rasa itu tetap ada alasannya, tugas bukan main banyaknya, kalau nggak dikerjakan atau dikerjakan asal-asalan, nanti kena tegur guru lagi… maka dari itu, kan lebih baik menyelamatkan masa depan dari pada sekedar main ke sana sini yang nggak jelas maksudnya. Ya kan?

Tapi jauh dari semua itu, Arsero adalah kelas sepuluh yang bisa juga capek belajar, capek dikritik pedes dan asem, capek remidi pula. Capek belajar sih bisa Arsero atasi dengan menggunakan jam-jam kosong yang langka (yang disebabkan mujizat ketidak hadiran guru di kelas) dengan cara poto-poti (baca: ajang foto narsis satu kelas) gila-gilaan. Seru abis lho! Kalau capek dikritik, nah itu yang susah, karena biasanya cara mengatasinya melibatkan pengorbanan psikis dan dompet juga. Kadang kritiknya masalah tugas yang nggak full color, yah gini ini terpaksa ngeprint blok satu kertas yang pastinya juga mempengaruhi stok lembaran-lembaran Pattimura di dompet. Beda ceritanya dengan cara mengatasi masalah capek remidi, hehehe…ini hal yang sesungguhnya nggak pantas dilakukan siswa kelas unggulan, kalau sudah capek remidi biasanya kami ambil cara tersingkat yang kotor (baca: nyontek!). Yah, mau gimana lagi, beberapa guru sukar ditebak maksunya apa, keinginannya bagaimana, soal-soal ulangan dan remidinya juga bagaimana. Tapi tenang, kami kalau memang bisa yah bisanya nggak bohongan kok.

No comments: